Phnom Penh, Kamboja. 1 Oktober 2025 — Jaringan Masyarakat Tani Indonesia (JAMTANI) memperesentasikan penglamannya terkait benih pada kegiatan Farmer-to-Farmer Learning for Climate Resilient Seed Systems yang diselenggarakan di Phnom Penh dan kampong Chnnang province Kamboja, pada 29 September hingga 1 Oktober 2025. Kegiatan ini di organisir  oleh Farmers and Nature Net Association (FNN) bersama Asian Farmers Association (AFA) dengan dukungan Swiss Philanthropy Foundation for Farmers Organization Restorative Action (FFORA).
Acara yang diikuti oleh perwakilan petani dari Kamboja, Laos, Timor Leste, dan Indonesia ini menjadi wadah pertukaran pengalaman dalam mengembangkan sistem benih yang tangguh terhadap perubahan iklim. JAMTANI memaparkan pengalaman organisasi dalam riset dan produksi benih melalui proyek Climate Resilience Agriculture Innovation and Investigation Project (CRAIIP) yang telah dijalankan sejak 2018 bersama Universitas Humboldt (Jerman) dan Universitas Padjadjaran (Indonesia). Menurutnya, kolaborasi antara petani dan universitas menjadi kunci penting dalam memperkuat sistem pertanian tangguh iklim.

Dalam sesi lokakarya, JAMTANI mempresentasikan secara spesifik membahasa terkait komoditas kentang. dijelaskan bagaimana merubah ketergantungan terhadap import benih kentang di Indonesia dengan mengembangkan sumber benih dari kultur jaringan yang ditangkarkan dari Generasi O (Nol) sampai dengan siap distribusi ke petani pembudidaya di Generasi 2. Benih kentang ini dinilai sangat sehat karena dilakukan pengawasan sangat ketat mulai dari benih sumber di Laboratorium Balai Bneih Kentang atau persuahaan yang tersetifikasi sebagai penyedia benih induk,  kemudian pengembangan oleh petani peangkar melalui stek batang di screen house , penangkaran umbi  dilapangan  untuk Generasi 1 dan Generasi 2 serta proses penyimpanan selama dormansi  di Gudang serta grading dan sebelum packing untuk mengecek kualitas benih 3-4 kali per periode, semua tahapan tersebut dilakukan sertifikasi sesuai setandard Badan Pengawas dan Sertifikasi Benih (BPSB). Termasuk sertifikasi kompetensi petani penangkar benih yang bersangkutan sebagai pemegang hak dan tanggungjawab  atas benih yang dikembangkan..   
Secara khusus konsep penangkaran benih melalui pendekatan Climate Filed School mendapat perhatian besar dari peserta karena dinilai mampu menggabungkan pengetahuan ilmiah dan praktik lokal yang sudah dijalankan petani di lapangan. “Melalui riset yang dilakukan Univeristas dan lembaga riset bersama petani ditingkat lapangan , kita bisa menghasilkan inovasi nyata yang bermanfaat langsung bagi mereka,” jelas Kustiwa saat mempresentasikan pengalaman JAMTANI di forum tersebut.
 
 Selain lokakarya, peserta melakukan kunjungan lapangan ke Koperasi Petani yang di kelola oleh CamSeed sebagai mitra pelaksan dari FNN di Provinsi Kampong Chhnang untuk melihat langsung proses produksi dan pengolahan benih padi. Kegiatan ini turut melibatkan perwakilan pemerintah daerah, Dinas Pertanian, serta perusahaan benih dan pertani lokal.
Melalui kegiatan ini, JAMTANI berhasil memperluas jejaring dengan organisasi petani dan lembaga internasional seperti FFORA yang fokus pada aksi restoratif pertanian. Kerja sama ini diharapkan membuka peluang kolaborasi di bidang riset dan pengembangan benih ke depan. Kustiwa menegaskan, “Pertukaran pengetahuan antarpetani di kawasan Asia Tenggara sangat penting untuk memperkuat ketahanan pangan dan menghadapi dampak perubahan iklim., dimana memilki banyak kesamaan topografi, karakter masyarakat, unsur iklim serta kebijakan pembangunan dalam konteks ASEAN ”

Sebagai tindak lanjut, JAMTANI akan melanjutkan program pembiakan benih, membangun bank benih tangguh iklim, serta meningkatkan peran petani muda dan perempuan dalam bisnis benih berkelanjutan.