Direktur JAMTANI, Kustiwa Adinata, bersama Wakil Bupati Pangandaran, H. Ino Darsono, menanam pohon sebagai simbol kolaborasi lintas sektor untuk aksi iklim dan keberlanjutan.
“Kami ingin buktikan bahwa petani muda dan Generasi-Z bisa jadi garda terdepan melawan perubahan iklim,” tegas Kustiwa Adinata, DIrektur Jamtani yang akrab disapa Iwa. membuka acara ini dengan penuh idealisme. Selama acara, ada lebih dari 1.000 bibit pohon ditanam. Tak hanya itu, kegiatan ini juga dilengkapi dengan edukasi langsung kepada peserta tentang pentingnya keanekaragaman hayati, ketahanan pangan lokal, dan restorasi ekosistem yang digerakkan oleh masyarakat lokal.
Berbeda dari kegiatan simbolik, aksi ini dirancang dengan pendekatan agroekologis yang konkret. Bukan hanya sekadar menanam, tapi juga merencanakan keberlanjutan “Program ini bukan cuma tanam pohon asal-asalan.” lanjut Iwa. “Pohon yang ditanam adalah pohon buah-buahan bernilai tinggi seperti alpukat, mangga, jambu, dan sawo, plus 20% tanaman endemik.”.
“Luar biasa! Anak muda Indonesia betul-betul terlibat langsung. Ini sangat menginspirasi,” ujar Cecillia, perwakilan dari SLE Humboldt University, Germany, yang turut hadir dan ikut melakukan penanaman pohon.
Direktur JAMTANI, Kustiwa Adinata, bersama Wakil Bupati Pangandaran, H. Ino Darsono, menanam pohon sebagai simbol kolaborasi lintas sektor untuk aksi iklim dan keberlanjutan.
“Kami ingin buktikan bahwa petani muda dan Generasi-Z bisa jadi garda terdepan melawan perubahan iklim,” tegas Kustiwa Adinata, DIrektur Jamtani yang akrab disapa Iwa. membuka acara ini dengan penuh idealisme. Selama acara, ada lebih dari 1.000 bibit pohon ditanam. Tak hanya itu, kegiatan ini juga dilengkapi dengan edukasi langsung kepada peserta tentang pentingnya keanekaragaman hayati, ketahanan pangan lokal, dan restorasi ekosistem yang digerakkan oleh masyarakat lokal.
Berbeda dari kegiatan simbolik, aksi ini dirancang dengan pendekatan agroekologis yang konkret. Bukan hanya sekadar menanam, tapi juga merencanakan keberlanjutan “Program ini bukan cuma tanam pohon asal-asalan.” lanjut Iwa. “Pohon yang ditanam adalah pohon buah-buahan bernilai tinggi seperti alpukat, mangga, jambu, dan sawo, plus 20% tanaman endemik.”.
“Luar biasa! Anak muda Indonesia betul-betul terlibat langsung. Ini sangat menginspirasi,” ujar Cecillia, perwakilan dari SLE Humboldt University, Germany, yang turut hadir dan ikut melakukan penanaman pohon.
Selain aksi lapangan, acara ini juga menjadi panggung presentasi dari lima SMA/SMK di Pangandaran yang sedang mengimplementasikan proyek-proyek iklim dari Kompetisi Sekolah RYCAM. Setiap tim memaparkan inovasi yang telah mereka jalankan mulai dari penanaman dan pelestarian mangrove, pengelolaan sampah organik menjadi bio fertilizer, hingga budidaya tanaman organik dan kesehatan sebagai bagian dari upaya menciptakan sekolah ramah iklim.
Siswa SMA/SMK di Pangandaran mempresentasikan Proyek iklim mereka dari
Kompetisi sekolah kepada peserta Seribu Pohon Sejuta Harapan
Untuk mendorong partisipasi kreatif dan kampanye digital, acara Seribu Pohon Sejuta Harapan ini juga mengadakan lomba konten media sosial selama aksi berlangsung. Peserta diajak mengunggah postingan dan story terbaik, guna menunjukkan semangat dan berbagi makna acara ini. Pemenang mendapatkan hadiah menarik serta dipublikasikan ulang melalui kanal resmi RYCAM.
Dari Desa, Oleh Pemuda, untuk Bumi yang Adil Iklim
Bagi JAMTANI dan RYCAM, aksi ini bukan titik akhir. Kegiatan ini adalah bagian gerakan panjang untuk membangun desa-desa tangguh iklim melalui program seperti Kompetisi Petani Muda, Kompetisi Sekolah, dan pelatihan pertanian ramah iklim yang berbasis bisnis untuk pemuda desa di seluruh Indonesia.
“Kami melihat desa bukan sebagai objek pembangunan, tapi pusat transformasi iklim. Dan pemuda adalah energinya,” ungkap Ai Rinawati sebagai project Manager RYCAM.
Tanpa perlu menunggu, pemuda desa di Pangandaran sudah bergerak. Dengan cangkul di tangan dan harapan di hati, mereka menanam bukan hanya pohon, tapi masa depan bumi yang lebih adil dan lestari.