Pangandaran, 2025. Di tengah krisis iklim dan makin tingginya ketergantungan pada bahan kimia pertanian, SMAN 1 Pangandaran menunjukan komitmen nyata dalam aksi iklim dan mendukung pertanian berkelanjutan. Sekolah yang menjadi binaan JAMTANI Indonesia ini memiliki solusi inovatif  bertajuk Bioelixir & Biopestisida. upaya untuk mengembalikan kesuburan tanah secara alami sekaligus melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit. Inovasi ini menjadi langkah konkret generasi muda dalam menjawab tantangan lingkungan dengan cara yang ramah iklim.
Kegiatan ini diawali dengan pengolahan lahan percobaan di lingkungan sekolah melalui penanaman berbagai jenis tanaman seperti pakcoy, bayam, terong, dan kangkung. Lahan ini menjadi media utama pengujian efektivitas Bioelixir dan Biopestisida melalui  tangan kreatif siswa-siswi di sana.
Untuk mendukung kegiatan, mereka  mengumpulkan limbah organik dari rumah tangga, warung makan, pasar tradisional dan dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG). Limbah ini kemudian diolah menjadi pupuk cair Bioelixir dan Biopestisida alami. Bioelixir dibuat melalui proses fermentasi limbah dapur dengan tambahan gula merah dan EM4, sementara Biopestisida dibuat dari bahan seperti bawang putih dan serai.
Proses fermentasi tersebut bertujuan untuk menghasilkan produk yang matang dan kaya nutrisi. Dalam upaya mengedepankan prinsip daur ulang, selain itu produk tersebut dikemas menggunakan botol plastik bekas sebagai bentuk kepedulian terhadap pengurangan sampah plastik.
Pada tahap awal, tim berhasil memproduksi 6 liter Bioelixir dan 7,8 liter Biopestisida. Produk itu kemudian diuji coba di lahan sekolah dan juga dibagikan kepada responden lapangan di Pangandaran guna  mendapatkan umpan balik.
Tentu saja, proses ini bukan tanpa tantangan. Tim menghadapi kendala seperti ketidakstabilan ketersediaan limbah organik dan kurangnya alat uji laboratorium. Namun, dengan semangat gotong royong, mereka memperluas jaringan sumber bahan baku dan berkoordinasi dengan Dinas Pertanian setempat untuk mendukung validasi hasil produksi.
“Kami terus berinovasi dan memastikan bahwa Bioelixir dan Biopestisida memenuhi standar kelayakan sebagai pupuk hayati. Untuk itu, kami menjalin kerja sama riset dengan akademisi dari Universitas Padjadjaran dan Dinas Pertanian, agar produk ini layak dan sesuai dengan standar yang ditetapkan,” ungkap Zein Nuralwi, anggota Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMAN 1 Pangandaran.
Melalui kegiatan ini, SMAN 1 Pangandaran menunjukkan bahwa inovasi hijau dan semangat perubahan iklim bisa tumbuh dari lingkungan sekolah. Inisiatif ini menjadi bukti bahwa aksi iklim tidak harus dimulai dari hal besar—tetapi dari semangat belajar, kolaborasi, dan keberanian mencoba hal baru. SMAN 1 Pangandaran menunjukkan bahwa sekolah bisa menjadi pusat inovasi yang berdampak bagi lingkungan.

Penulis : Fisal Hafiz