
Gambaran krisis iklim yang dialami kelompok rentan :
Krisis iklim di Indonesia telah memperkuat struktur ketidakadilan yang sudah
ada, khususnya bagi kelompok-kelompok rentan seperti perempuan, petani, nelayan, masyarakat adat,
penyandang disabilitas, buruh dan pekerja informal, dan kelompok miskin kota.
Mereka semakin terdesak, sementara suara dan pengalaman mereka diabaikan
dalam penyusunan kebijakan, program dan proyek iklim.
Di banyak wilayah pesisir Indonesia, masyarakat menghadapi
abrasi dan rob yang terus menggerus ruang hidup mereka. kadar garam di lahan
sawah petani meningkat sehingga tanaman mati,
Cuaca ekstrem yang datang tanpa bisa diprediksi seperti kekeringan dan
banjir menyebabkan gagal panen, pola musim berubah membuat petani hanya bisa
memanam 1 kali setahun, serangan hama penyakit meningkat menyebabkan
produktifitas menurun. disisi lain
merusak alat tangkap nelayan, menghilangkan sumber penghidupan, dan tidak
pernah diganti secara adil. Mereka juga harus menghadapi proyek-proyek besar
seperti reklamasi, pelabuhan, PLTU, dan tambak udang yang menggusur pemukiman
dan memutus akses masyarakat ke laut, tanpa partisipasi bermakna dan tanpa
perlindungan hukum yang jelas.
Di pedalaman, para petani menghadapi krisis air dan gagal
panen akibat pola cuaca yang kacau. Hujan datang terlalu cepat atau terlalu
lambat. Lahan pertanian produktif semakin berkurang karena proyek-proyek
“hijau” yang tidak mempertimbangkan masyarakat lokal. Mereka terjerat utang, dan
akses terhadap bantuan seperti benih, pupuk, atau perlindungan sosial sangat
terbatas. Untuk itu kami menyatakan :
PERNYATAAN POLITIK PETANI
1. Kami para petani Indonesia
2. Sebelum Krisis :
kami bisa menanam dan memanen sayuran, padi dan komoditas lainnya sesuai musim,
hama penyakit sangat sedikit dan mudah dikendalikan, bahan organik melimpah dan
tanah kami subur mampu menyimpan air dengan baik dan produksinyapun sesuai
dengan yang kami harapkan.
3. Fakta saat ini :
Musim hujan datang lebih awal atau lebih lambat sehingga pola tanam
menjadi berubah, Intensitas hujan terkadang lebih cepat dan deras pada waktu
tertentu sehingga merusakan tanaman kami, Jenis hama dan penyakit semakin
banyak dan seranganpun semakin
meningkat. Kondisi ini membuat petani semakin ketergantungan terhadap pestisida
sintetis. Tanah kami semakin sulit menyimpan air meskipun kemarau sebentar
saja, angin puting beliung lebih sering
terjadi yang merubuhkan tanaman kami, temperature siang hari lebih panas yang
menyebabkan tanaman mudah layu dan boros air. Biaya produksi semakin tinggi dan
tidak seimbang lagi dengan hasil penjualan tentu efeknya petani semakin sering
merugi. Ada apa dengan alam ini ??.
4. Masalah Struktural & Ekonomi
• Menurut
kami pertanian budidaya dilahan (On farm) hanya menyumbang sekitar 25% dari
ekonomi pertanian, 75% meliputi input
sarana dan pasca panen sampai dengan penjualan,
makanya jangan heran jika harga dikonsumen 2 kali lipat lebih mahal
dibanding harga di tingkat petani. Siapa
yang menguasai sarana input (Benih, pupuk, pestisida dan siapa yang menguasai
pasar ??) pastinya non petani maka wajar jika petani masih miskin karena hanya
menguasai rantai nilai terkecil.
• Petani
non pemerintah tidak mendapatkan ruang dalam pengambilan kebijakan pertanian
dan sulit memperoleh akses bantuan pemerintah. Ada apa dengan pengelola negara
ini ?
5. Penegasan Posisi Politik
Dulu banyak benih lokal ditempat kami seperti tomat, cabe,
jagung yang terbukti sudah adaptif dengan alam namun sekarang diganti benih hybrida
yang dijanjikan produksi tinggi tetapi
rakus pestisida dan pupuk kimia, namun faktanya tidak mampu menjawab kebutuhan pangan
terbukti jutaan ton pangan masih import ,
lalu kenapa pertanian yang memberdayakan dan memaksimalkan sumber daya
lokal tidak dipercaya menjawab kebutuhan pangan bangsa ini ? seperti pertanian
organic, pertanian selaras alam, pertanian agroekologi dsj. padahal suku Baduy
Banten, Cipta gelar sukabumi mampu
memiliki cadangan pangan yang melimpah bahkan diklaim sampai dengan puluhan
tahun kedepan ?.
● Petani
bukan penyumbang emisi terbesar yang menyebabkan pemanasan global tetapi kenapa
petani menjadi korban utama, dimana perlindungan sosial bagi petani ? dimana
hak hak petani soal akses bantuan, hak atas tanah, hak diperlakukan secara adil
sebagai warga ? dimana perlindungan ketika gagal panen ? dimana perlindungan
ketika harga terjun bebas ?. subsidi
pupuk sampai dengan 52 triliun tetapi
siapa yang menikmati ?.
● Di desa
kami bahkan data di seluruh Indonesia grafik penggunaan input pupuk kimia
semakin tinggi TETAPI kenapa tanah keras, semakin sulit diolah, tanah semakin
sulit menyimpan air dan produksi semakin rendah. Aplikasi pestisida sintetis
semakin tinggi, pestisida sesuai namanya adalah pembunuh hama tetapi kenapa
jenis dan serangan hama penyakit semakin
tinggi?kergaman hayati musnah.
● Petani
semakin dijauhkan dari sumber daya alam (Pupuk, Benih, Pengendalian hama
penyakit) karena input sarana produksi dikuasai korporasi, petani dijauhkan
dengan rantai pasar padahal petani sendiri adalah pasar/konsumen. semuanya
dikuasai non petani, dimana letak pemberdayaan ekonomi petani ketika semua
dikuasai non petani ?. ada apa dengan
pengelola ala mini ?
6. Tuntutan Politik
● Saat ini
marak perampasan lahan atas nama program ketahanan pangan padahal puluhan tahun sejak negara ini
berdiri petani sudah terbukti menyediakan makan bangsa ini.
● Petani
adalah PEnyangga TAtanan NegerI, bagaimana jika negara ini tidak memiliki penyangga
dalam bentuk pangan, mau makan kecerdasan buatan ?, mau makan gaya hidup modern
? Petani adalah salah satu komponen bangsa pendiri negara ini tetapi kenapa
dimiskinkan terus dengan kebijakan kebijakan yang tidak pro petani?
Dengan ini kami menuntut keberpihakan dan bukti nyata :
1. Perlindungan
sosial bagi petani termasuk jaminan gagal panen akibat iklim ekstrim.
2. Jadikan
petani sebagai subyek pembangunan pertanian bukan objek kebijakan yang
dirumuskan tanpa ketrlibatan petani.
3. Lindungi
petani dari perampasan lahan
4. Alokasikan
anggaran untuk swasembada pupuk dan sarana input pertanian di desa
5. Berikan
subsidi langsung kepada petani penggarap.
6. Pemberdaaan
ekonomi petani yang dipimpin oleh petani dengan pengelolaan sumber sumber input
pertanian dan rantai pasar.
7. Laksanakan
Undang Undang perlindungan dan pemberdayaan petani (UU NO 19/2013) termasuk
melalui pembelajaran iklim oleh petani.
8. Laksanakan
dan lindungi pengembangan benih lokal melalui pertanian berkelanjutan ((Undang
Undang No. 22/2019)
9. Laksanakan
perlindungan bagi petani dan masyarakat pedesaan (UNDROP)
7. Penutup
Tanah adalah ibu kami, pertanian adalah jiwa kami. Jangan
khianati ibu pertiwi dan menangis karena petani penyangga negeri telah di
kebiri, tanah dirampas oleh penguasa negeri,
keadilan iklim adalah harga mati, laksanakan segera sebelum
bangsa ini kehilangan jati diri, karena
Tanpa petani, tidak ada pangan dan tidak ada kehidupan dimasa depan.
Hidup petani..!! Hidup rakyat Indonesia…!!