Perubahan iklim bukanlah isu baru bagi umat manusia. Dampaknya semakin
nyata, terutama dengan pemanasan suhu global yang terus
meningkat, memberikan tantangan besar bagi berbagai sektor kehidupan, terutama
pertanian. Di Indonesia, perubahan yang terjadi pada pola curah hujan,
peningkatan suhu udara dan naiknya permukaan air laut menunjukkan betapa
seriusnya ancaman yang dihadapi oleh sektor pertanian. Bencana alam seperti
banjir baik yang diakibatkan
oleh air hujan ataupun air rob, kekeringan, serta peningkatan suhu ekstrem tidak hanya mengancam
kelangsungan hidup manusia, tetapi juga merusak ekosistem pertanian yang
menjadi sumber pangan utama.
Kenaikan suhu global dan perubahan pola cuaca yang tidak menentu
menyebabkan penurunan hasil pertanian dan kerusakan tanaman. Selain itu peningkatan suhu global juga
turut mempengaruhi dalam masifnya serangan hama dan penyakit tanaman. Dalam konteks ini, sektor pertanian juga berperan penting dalam mengurangi dampak perubahan
iklim. Oleh karena itu, peralihan menuju sistem pertanian yang rendah emisi dan
ramah lingkungan menjadi sangat krusial untuk menjaga keberlanjutan hidup
manusia dan planet ini.
Pada acara International Workshop Rural Youth Movement Towards Sustainable
Agriculture, Kustiwa Adinata sebagai Direktur Eksekutif JAMTANI sekaligus narasumber utama memaparkan strategi dan langkah-langkah untuk mewujudkan
pertanian Net-Zero Farming, sebuah konsep yang berfokus pada mengurangi emisi
karbon dari sektor pertanian hingga serendah mungkin. Dalam paparan tersebut,
Kustiwa tidak hanya membahas tantangan teknis yang dihadapi oleh para petani,
tetapi juga menggali perspektif pemuda pedesaan dalam mendukung transformasi
sektor pertanian menjadi lebih ramah iklim serta dengan pendekatan
agroecopreneurship.
Salah satu hal penting yang disampaikan adalah bahwa pencapaian Net-Zero Farming tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga
pada pemahaman dan partisipasi aktif pemuda, terutama yang berada di daerah pedesaan. Beberapa faktor pendorong yang bisa membantu
dalam mencapai tujuan ini antara lain adalah adanya dukungan teknologi ramah
lingkungan, akses terhadap pelatihan dan pendidikan tentang praktik pertanian
berkelanjutan, serta peran kebijakan pemerintah dalam memberikan dorongan bagi
petani muda. Di sisi lain, hambatan yang sering dihadapi
antara lain keterbatasan modal, minimnya akses ke sumber daya lahan, dan
kesenjangan akses teknologi antara petani besar dan petani kecil.
Dalam diskusi tersebut, Kustiwa juga menyoroti isu ketidaksetaraan gender
dalam konteks Net-Zero Farming. Meskipun perempuan memainkan peran penting
dalam sektor pertanian, mereka seringkali menghadapi kesulitan dalam mengakses
pelatihan, teknologi, dan pembiayaan yang dibutuhkan untuk mendukung usaha
pertanian mereka. Untuk itu, penting agar upaya mencapai Net-Zero Farming mencakup kebijakan inklusif yang
memberdayakan perempuan, memberikan mereka kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam pertanian yang berkelanjutan, serta memastikan mereka
memiliki akses yang setara terhadap sumber daya yang dibutuhkan.
Kesuksesan menuju Net-Zero Farming juga bergantung pada kolaborasi lintas
sektor. Selain dukungan dari pemerintah dan sektor swasta, keterlibatan aktif
kaum muda juga sangat diperlukan. Dengan semangat yang dimiliki oleh generasi
muda, terutama yang tinggal di pedesaan, mereka bisa menjadi agen perubahan
yang mendorong adopsi praktik pertanian berkelanjutan yang lebih ramah
lingkungan.
Pendidikan, pelatihan, serta pemberian akses terhadap teknologi harus
diberikan untuk mempersiapkan mereka menjadi pemimpin dalam pertanian yang
lebih hijau. Dengan pendekatan yang inklusif, di mana pemuda dan perempuan
terlibat aktif, serta adanya dukungan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat
bergerak menuju masa depan pertanian yang lebih berkelanjutan dan berkontribusi
pada pengurangan dampak perubahan iklim.